BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam studi Geologi yang mempelajari keseluruhan hal-hal tentang Bumi mulai dari pembentukkan, komposisi, sifat-sifat fisik, struktur, hingga gejala-gejala yang terjadi didalamnya, kita tentu saja harus mempelajari dasar-dasar tentang Bumi dan juga pembagian-pembagiannya secara khusus nantinya. Dan pada tahap pertama yang harus dipelajari adalah apa sajakah sebenarnya materi-materi pembentuk Bumi kita ini. Setelah itu barulah kita dapat mempelajari materi pada tingkat-tingkat selanjutnya yang ada dalam ruang lingkup studi Teknik Geologi.
Pada materi yang telah kita pelajari sebelumnya, yaitu materi Kristalografi, telah dijelaskan urutan materi pembentuk Bumi ini. Dari yang terkecil yaitu kristal, mineral dan kemudian adalah batuan. Dan yang akan lita pelajari selanjutnya adalah tentang mineral. Dalam mempelajari semua hal tentang mineral, mulai dari sifat-sifat fisiknya hingga keterdapatannya pada batuan dinamakan dengan Mineralogi.
Pada tahap ini kita akan belajar tentang semua hal yang berkaitan dengan mineral. Dalam studi Geologi, ini sangat penting, karena mineral adalah salah satu satuan dasar pembentuk Bumi ini. Dan dengan bekal ilmu Kristalografi yang telah dipelajari sebelumnya, kita akan dapat mengenal mineral-mineral apa sajakah yang terdapat di Bumi, bagaimana keterdapatannya, hingga akhirnya juga dapat mengetahui manfaat dari mineral itu sendiri.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Dalam studi Geologi, setelah mempelajari ilmu-ilmu tentang kristal, tahap selanjutnya adalah mempalajari ilmu tentang mineral atau Mineralogi. Mieralogi sendiri terkait dalam satu rangkaian dengan Kristalografi dalam pembelajarannya. Terkait dengan mineral adalah komponen dasar dalam Geologi karena mineral adalah pembentuk batuan yang menjadi inti dari Geologi. Tentu saja kita harus mempelajari dan menguasainya untuk dapat melanjutkan pada tahap berikutnya. Dan dengan menjalani studi Mineralogi, dimaksudkan agar kita dapat mengenal, mengetahui dan juga menguasai Mineralogi yang menjadi salah satu dasar terpenting dalam Geologi. Dengan bekal ilmu tentang kristal yang telah diperoleh sebelumnya, Mineralogi adalah salah satu aplikasi dari ilmu tersebut. Dan pada akhirnya, dengan menguasai keduanya, akan dapat lebih mudah dalam mempelajari ilmu Geologi pada tahap selanjutnya.
1.2.2 Tujuan
Dalam kegiatan mempelajari dan melakukan praktikum Mineralogi, kita dituntut untuk dapat :
- Mengaplikasikan ilmu tentang kristal yang telah didapat sebelumnya.
- Mengetahui defenisi dari mineral itu sendiri.
- Mengetahui sifat-sifat fisik dari mineral.
- Mampu melakukan penyelidikan secara fisik dari mineral.
- Mengetahui keterdapatan mineral dalam batuan.
- Mengetahui persentase komponen-komponen mineral.
- Mengetahui aplikasi dari ilmu tentang mineral.
1.3 Aplikasi Mineralogi pada Bidang Geologi
Dalam bidang Geologi, mempelajari Mineralogi adalah sebagai dasarnya. Karena mineral adalah satuan pembentuk Bumi dan pada dasarnya Bumi ini dibentuk dari mineral-mineral yang menyatu dan membentuk batuan. Jadi, adalah hal yang tidak mungkin jika mempelajari Geologi namun tidak mempelajari dan menguasai Mineralogi. Karena Geologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari Bumi.
Dengan mempelajari Mineralogi, kita akan dapat mengetahui bagaimana Bumi ini terbentuk dari pembentukan mineral. Kita juga akan dapat mengetahui bagaimana bisa batuan-batuan yang ada di Bumi ini terbentuk. Dengan mempelajari Mineralogi, kita juga dapat mengenal sifat-sifat dari mineral itu sendiri hingga dapat mengetahui apa kegunaannya. Kita tahu bahwa benda-benda yang memiliki nilai tertinggi didunia sekarang ini salah satunya adalah mineral. Mineral-mineral tersebut memiliki berbagai macam nilai guna dalam kehidupan manusia, mulai dari sebagai perhiasan karena nilai estetikanya yang tinggi hingga sebagai benda terpenting dalam usaha pengeboran khususnya minyak Bumi karena sifat mineral tersebut. Mineral juga banyak digunakan dalam dunia industri.
Dalam Geologi sendiri, Mineralogi adalah salah satu ilmu dasar dan merupakan syarat untuk dapat melanjutkan studi pada tingkat berikutnya. Khususnya Petrologi atau ilmu tentang batuan, yang tidak memungkinkan untuk dapat dipelajari tanpa dasar Mineralogi. Karena batuan dibentuk dari mineral.
Gambar 1.1 Mineral-mineral perhiasan
( Amethyst, Emerald, Diamond, Topaz )
BAB II
PENGENALAN MINERAL
2.1 Pengertian Mineral
Dalam mendefinisikan mineral, hingga saat ini masih belum didapatkan kepastian untuk menerangkan pengertian dari mineral tersebut. Karena memang belum didapatkan kesamaan pendapat oleh para ahli tentang hal ini. Namun pada umumnya dikenal dua defenisi mineral, defenisi klasik yang disimpulkan sebelum tahun 1977 dan defenisi kompilasi yang disimpulkan setelah tahun 1977.
Menurut defenisi klasik, mineral adalah suatu benda padat anorganik yang terbentuk secara alami, bersifat homogen, yang mempunyai bentuk kristal dan rumus kimia yang tetap. Dan menurut defenisi kompilasi, mineral adalah suatu zat yang terdapat dialam dengan komposisi kimia yang khas, bersifat homogen, memiliki sifat-sifat fisik dan umumnya berbentuk kristalin yang mempunyai bentuk geometris tertentu.
Hal yang membedakan kedua defenisi tersebut adalah pada defenisi klasik, yang termasuk mineral hanyalah benda atau zat padat saja. Dan pada defenisi kompilasi, mineral mempunyai ruang limgkup yang lebih luas karena mencakup semua zat yang ada dialam yang memenuhi syarat-syarat dalam pengertian tersebut. Hal ini salah satunya disebabkan karena ada beberapa bahan yang terbentuk karena penguraian atau perubahan sia-sisa tumbuhan dan hewan secara alamiah juga digolongkan kedalam mineral, seperti batubara, minyak bumi dan tanah diatome. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam-garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak termasuk).
Mineralogi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang mineral. Mulai dari pembagian atau penggolongan mineral, pengenalan sifat-sifat mineral, pendeskripsian mineral dan semua hal yang berkaitan dengan mineral.
Untuk mempelajari tentang mineral, tentu harus terlebih dahulu mengetahui sifat-sifat yang ada pada mineral tersebut. Ada beberapa sifat mineral, yaitu sifat fisik secara teoritis dan sifat fisik secara determinasi (laboratorium). Sifat fisik secara teori hanya bisa menggambarkan sebagian dari sifat-sifat mineral dan tidak dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan atau membedakan mineral-mineral yang ada, karena hanya terdapat pada sebagian mineral saja. Adapaun sifat-sifat mineral secara teori tersebut adalah :
1. Suhu Kohesi
Sifat kohesi mineral adalah kemampuan atau daya tarik-menarik antar atom pada sebuah mineral. Pada mineral, antar mineral-mineral yang sejenis, akan mempunyai daya tarik-menarik yang menyebabkan mineral-mineral tersebut cenderung akan terkumpul dalam suatu jumlah tertentu dalam suatu daerah. Hal ini disebabkan oleh susunan atom-atom atau komposisi kimia dalam mineral yang tetap. Daya tarik-menarik ini juga dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang mempengaruhi daya tarik-menarik atau kohesi ini disebut suhu kohesi.
2. Reaksi Terhadap Cahaya
Mineral cenderung akan bereaksi terhadap cahaya yang dating atau dikenai padanya. Reaksi ini pada umumnya dapat terlihat oleh mata kita. Namun, sifat ini tidak dapat dijadikan penentu untuk membedakan mineral. Karena kecenderungan timbulnya reaksi yang sama pada mineral-minera bila terkena cahaya. Reaksi-reaksi yang terjadi pada mineral akan menimbulkan atau menampakkan sifat fisik mineral secara determinasi seperti warna, gores, kilap, transparansi dan perputaran warna.
3. Perawakan Kristal
Perawakan kristal pada mineral diartikan sebagai kenampakkan sekelompok mineral yang sama yang tumbuh secara tidak sempurna karena ada gangguan dari sumber utama mineral maupun gangguan dari lingkungan tempat terjadinya mineral, sehingga mineral tidak terbentuk dengan sempurna yang menyebabkan ada perbedaan bentuk dan ukuran mineral. Kenampakkan tersebut sering disebut sebagai struktur mineral.
4. Sifat Kelistrikan
Sifat kelistrikan pada mineral adalah kemampuan mineral untuk menerima dan juga meneruskan aliran listrik yang dikenakan padanya. Pada mineral hanya ada dua jenis sifat kelistrikan. Yaitu, yang dapat menghantarkan listrik (konduktor) dan yang tidak dapat menghantarkan listrik (isolator).
5. Sifat Radioaktivitas
Sifat Radioaktivitas mineral tercermin dari unsur-unsur kimia yang ada dalam mineral tersebut yang unsure-unsur tersebut dapat mengeluarkan sinar-sinar α, β, dan γ. Ada mineral-mineral unsure-unsur yang dapat bersifat radioaktiv seperti Uranium(U), Radium(Ra), Thorium(Th), Plumbum(Pb), Vanadium(V) dan Kalium(K). Biasanya, mineral_mineral yang bersifat radioaktiv dijumpai dalam mineral-mineral ikutan atau mineral-minera yang terbetas jumlahnya. Kegunaan dari mineral-mineral radioaktiv adalah dapat digunakan sebagai sumber energi dan dapat juga digunakan untuk mengukur waktu Geologi dengan cara menghitung waktu paruhnya (half time).
6. Gejala Emisi Cahaya
Gejala emisi cahaya adalah gejala sumber cahaya yang dihasilkan dalam proses-proses tertentu. Misalnya, proses radiasi dan keluarnya sinar Ultraviolet. Mineral Phospor yang pada waktu malam mengeluarkan cahaya adalah contoh emisi cahaya yang terus-menerus, demikian juga halnya yang terjadi pada mineral Radium(Ra). Cahaya tersebut merupakan gelombang cahaya yang dikeluarkan oleh mineral, dimana panjang gelombang cahaya tersebut lebih panjang daripada gelombang cahaya biasa. Hanya ada beberapa mineral yang dapat menimbulkan emisi cahaya seperti Phospor, Radium dan Flouride.
7. Bau dan Rasa
Bau pada mineral dapat diamati jika bentuk fisik mineral tersebut dapat diubah menjadi gas. Jenis-jenis bau mineral adalah:
¨ Bau Sulforous adalah bau yang seperti bau Sulfur(S).
¨ Bau Bituminous adalah bau yang seperti Ter
¨ Bau Argillerous adalah bau seperti lempung(tanah).
Seperti halnya bau, rasa pada mineral hanya dapat diamati jika bentuk fisik mineral diubah menjadi cair. Berikut adalah jenis-jenis rasa pada mineral :
¨ Rasa Saline atau rasa seperti garam(asin).
¨ Rasa Alkaline atau rasa seperti logam atau soda.
¨ Rasa Witter atau rasa pahit.
Setiap mineral yang dapat membesar tanpa gangguan akan memperkembangkan bentuk kristalnya yang khas, yaitu suatu wajah lahiriah yang dihasilkan struktur kristalen (bentuk kristal). Ada mineral dalam keadaan Amorf, yang artinya tak mempunyai bangunan dan susunan kristal sendiri (misalnya kaca & opal). Tiap-tiap pengkristalan akan makin bagus hasilnya jika berlangsungnya proses itu makin tenang dan lambat.
2.2 Proses Pembentukan Mineral
Proses pembentukan mineral-mineral baik yang memiliki nilai ekonomis, maupun yang tidak bernilai ekonomis sangat perlu diketahui dan dipelajari mengenai proses pembentukan, keterdapatan serta pemanfaatan dari mineral-mineral tersebut. Mineral yang bersifat ekonomis dapat diketahui bagaimana keberadaannya dan keterdapatannya dengan memperhatikan asosiasi mineralnya yang biasanya tidak bernilai ekonomis. Dari beberapa proses eksplorasi, penyelidikan, pencarian endapan mineral, dapat diketahui bahwa keberadaan suatu mineral tidak terlepas dari beberapa faktor yang sangat berpengaruh, antara lain banyaknya dan distribusi unsur-unsur kimia, aspek biologis dan fisika.
Secara umum, proses pembentukan mineral, baik jenis logam maupun non-logam dapat terbentuk karena proses mineralisasi yang diakibatkan oleh aktivitas magma, dan mineral ekonomis selain karena aktivitas magma, juga dapat dihasilkan dari proses alterasi, yaitu mineral hasil ubahan dari mineral yang telah ada karena suatu faktor. Pada proses pembentukan mineral baik secara mineralisasi dan alterasi tidak terlepas dari faktor-faktor tertentu yang selanjutnya akan dibahas lebih detail untuk setiap jenis pembentukan mineral.
Adapun menurut M. Bateman, maka proses pembentukan mineral dapat dibagi atas beberapa proses yang menghasilkan jenis mineral tertentu, baik yang bernilai ekonomis maupun mineral yang hanya bersifat sebagai gangue mineral.
Gambar 2.1 Siklus Batuan dan Mineral
1. Proses Magmatis
Proses ini sebagian besar berasal dari magma primer yang bersifat ultra basa, lalu mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk mineral-mineral silikat dan bijih. Pada temperatur tinggi (>600˚C) stadium liquido magmatis mulai membentuk mineral-mineral, baik logam maupun non-logam. Asosiasi mineral yang terbentuk sesuai dengan temperatur pendinginan saat itu. Proses magmatis ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
- Early magmatis, yang terbagi atas:
¨ Disseminated, contohnya Intan
¨ Segregasi, contohnya Crhomite
¨ Injeksi, Contohnya Kiruna
- Late magmatis, yang terbagi atas:
¨ Residual liquid segregation, contohnya magmatis Taberg
¨ Residual liquid injection, contohnya magmatis Adirondack
¨ Immiscible liquid segregation, contohnya sulfide Insizwa
¨ Immiscible liquid injection, contohnya Vlackfontein
2. Proses Pegmatisme
Setelah proses pembentukan magmatis, larutan sisa magma (larutan pegmatisme) yang terdiri dari cairan dan gas. Stadium endapan ini berkisar antara 600˚C sampai 450˚C berupa larutan magma sisa. Asosiasi batuan umumnya Granit.
3. Proses Pneumatolisis
Setelah temperatur mulai turun, antara 550-450˚C, akumulasi gas mulai membentuk jebakan pneumatolisis dan tinggal larutan sisa magma makin encer. Unsur volatile akan bergerak menerobos batuan beku yang telah ada dan batuan samping disekitarnya, kemudian akan membentuk mineral baik karena proses sublimasi maupun karena reaksi unsur volatile tersebut dengan batuan-batuan yang diterobosnya sehingga terbentuk endapan mineral yang disebut mineral pneumatolitis.
4. Proses Hydrotermal
Merupakan proses pembentuk mineral yang terjadi oleh pengaruh temperatur dan tekanan yang sangat rendah, dan larutan magma yang terbentuk sebelumnya. Secara garis besar, endapan mineral hydrothermal dapat dibagi atas :
- Endapan hipotermal, ciri-cirinya adalah :
¨ Tekanan dan temperatur pembekuan relatif tinggi.
¨ Endapan berupa urat-urat dan korok yang berasosiasi dengan intrusi dengan kedalaman yang besar.
¨ Asosiasi mineral berupa sulfides, misalnya Pyrite, Calcopyrite, Galena dan Spalerite serta oksida besi.
¨ Pada intrusi Granit sering berupa endapan logam Au, Pb, Sn, W dan Z.
- Endapan mesotermal, yang ciri-cirinya :
¨ Tekanan dan temperatur yang berpengaruh lebih rendah daripada endapan hipotermal.
¨ Endapannya berasosiasi dengan batuan beku asam-basa dan dekat dengan permukaan bumi.
¨ Tekstur akibat “cavity filling” jelas terlihat, sekalipun sering mengalami proses penggantian antara lain berupa “crustification” dan “banding”.
¨ Asosiasi mineralnya berupa sulfide, misalnya Au, Cu, Ag, Sb dan Oksida Sn.
¨ Proses pengayaan sering terjadi.
- Endapan epitermal, ciri-cirinya sebagai berikut :
¨ Tekanan dan temperatur yang berpengaruh paling rendah.
¨ Tekstur penggantian tidak luas (jarang terjadi).
¨ Endapan bisa dekat atau pada permukaan bumi.
¨ Kebanyakan teksturnya berlapis atau berupa (fissure-vein).
¨ Struktur khas yang sering terjadi adalah “cockade structure”.
¨ Asosiasi mineral logamnya berupa Au dan Ag dengan mineral “gangue”-nya berupa Kalsite dan Zeolit disamping Kuarsa.
Adapun bentuk-bentuk endapan mineral dapat dijumpai sebagai proses endapan hidrotermal adalah sebagai Cavity filling. Cavity filling adalah proses mineralisasi berupa pengisian ruang-ruang bukaan (rongga) dalam batuan yang terdiri atas mineral-mineral yang diendapkan dari larutan pada bukaan-bukaan batuan, yang berupa Fissure-vein, Shear-zone deposits, Stockworks, Ladder-vein, Saddle-reefs, Tension crack filling, Brecia filling (vulkanik, tektonik dan collapse), Solution cavity filling (caves dan Channels), Gash-vein, Pore-space filling, Vessiculer fillings.
5. Proses Replacement (Metasomatic replacement)
Adalah prsoses dalam pembentukan endapan-endapan mineral epigenetic yang didominasi oleh pembentukan endapan-endapan hipotermal, mesotermal dan sangat penting dalam grup epitermal. Mineral-mineral bijih pada endapan metasomatic kontak telah dibentuk oleh proses ini, dimana proses ini dikontrol oleh pengayaan unsur-unsur sulfide dan dominasi pada formasi unsur-unsur endapan mineral lainnya. Replacement diartikan sebagai proses dari larutan yang sangat penting berupa pelarutan kapiler dan pengendapan yang terjadi secara serentak dimana terjadi penggantian suatu mineral atau lebih menjadi mineral-mineral baru yang lain. Atau dapat juga diartikan bahwa penggantian mineral membutuhkan ion yang tidak mempunyai ion secara umum dengan zat kimia yang digantikan. Penggantian mineral yang dibawa dalam larutan dan zat kimia yang dibawa keluar oleh larutan dan merupakan kontak terbuka yang terbagi atas : Massive, Lode fissure, dan Disseminated.
6. Proses Sedimenter
Terbagi atas endapan besi, mangan, phosphate, nikel dan lain sebagainya.
7. Proses Evaporasi
Terdiri dari evaporasi laut, danau dan air tanah.
8. Konsentrasi Residu dan Mekanik
Terdiri atas :
¨ Konsentrasi Residu berupa endapan residu mangan, besi, bauxite dan lain-lain.
¨ Konsentrasi Mekanik (endapan placer), berupa sungai, pantai, alluvial dan eolian.
9. Supergen enrichment
10. Metamorfisme
Terbagi atas endapan endapan termetamorfiskan dan endapan metamorfisme.
2.3 Mineral Pembentuk Batuan
Mineral-mineral pembentuk batuan dapat dibedakan atas :
1. Felsic mineral, tersusun dari mineral-mineral yang berwarna terang dan cerah serta mempunyai berat jenis kecil atau ringan.
Contoh : Quartz, Feldspar dan Feldspatoid
2. Mafic mineral, tersusun dari mineral-mineral yang berwarna gelap dan mempunyai berat jenis besar atau berat.
Contoh : Olivin, Amphibole dan Piroksin.
1. Felsic Mineral
A. Quartz (Kuarsa)
Mineral kuarsa memiliki sistem kristal hexagonal (prisma, bipyramid dan kombinasinya. Rumus kimia tau komposisi kimia dari kuarsa adalah SiO2. berat jenis dari mineral ini adalah 2,65 dengan tingkat kekerasan (H) bernilai 7. Warna pada kuarsa dapat jernih atau keruh bila terdapat bersama feldspar, sering terdapat inklusi dari gas, cairan atau mineral pengotor didalamnya, yang merupakan unsur pengotor dan sangat mempengaruhi warna pada kuarsa, sehingga dari warna yang ditunjukkan dapat diperkirakan kemurnian kuarsa tersebut. Tidak terdapat belahan pada kuarsa. Dan kuarsa juga banyak digunakan dalam industri, khususnya yang berkaitan dengan gelas (kaca).
Kuarsa atau kadang disebut “silika”. Adalah satu-satunya mineral pembentuk batuan yang terdiri dari persenyawaan silikon dan oksigen. Umumnya muncul dengan warna seperti asap atau “smooky”, disebut juga “smooky quartz”. Kadang-kadang juga dengan warna ungu atau merah-lembayung (violet). Nama kuarsa yang demikian disebut “amethyst”, merah massip atau merah-muda, kuning hingga coklat. Warna yang bermacam-macam ini disebabkan karena adanya unsur-unsur lain yang tidak bersih.
B. Feldspar
Feldspar dapat digolongkan kedalam dua golongan besar, yaitu :
1. Alkali feldspar yang terdiri dari orthoklas, mikroklin, sanidine, anorthoklas,
pertite, dan antipertite.
2. Plagioklas feldspar yang terdiri dari albite, oligoklas, andesine, labradorit,
bytownite dan anorthite (calsic).
Pada praktikum yang dilakukan dengan cara megaskopis (tanpa alat bantu), feldspar ini hanya dapat dibedakan menjadi Alkali feldspar (dominasi Orthoklas) dan Plagioklas.
¨ Orthoclase (Potassium feldspar)
Orthoklas adalah anggota dari mineral feldspar. Orthoklas (Potassium feldspars) adalah mineral silicate yang mengandung unsur Kalium dan bentuk kristalnya prismatik, umumnya berwarna merah daging hingga putih.
Rumus kimia atau komposisi kimia Orthoklas ini adalah KaISi3O8. Berat jenis mineral ini adalah 2,6 dengan kekerasan 6. Sistem kristalnya adalah monoklin, mempunyai kilap kaca, dan perawakan yang membutir. Orthoklas ini digunakan sebagai bahan baku dalam industri keramik.
¨ Plagioklas feldspar
Mineral Plagioclase adalah anggota dari kelompok mineral feldspar. Mineral ini mengandung unsur Calsium atau Natrium. Kristal feldspar berbentuk prismatik, umumnya berwarna putih hingga abu-abu, kilap gelas. Plagioklas yang mengandung Natrium dikenal dengan mineral Albite, sedangkan yang mengandung Ca disebut An-orthite.
Sistem kristal dari plagioklas ini adalah triklin dengan berat jenis 2,26-2,76. plagioklas ini mempunyai nilai kekerasan 6 dan mempunyai belahan berbentuk kembaran. Komposisi kimia dari mineral ini adalah NaCaAl2Si3O8.
C. Feldspatoid
Mineral feldspatoiid ini juga disebut sebagai pengganti feldspar, dikarenakan mineral ini terbentuk bila dalam sebuah batuan tidak cukup terdapat SiO2. Bila dalam suatu batuan terdapat SiO2 (kuarsa) bebas, maka yang akan terbentuk adalah feldspar dan tidak akan terbentuk feldspatoid. Mineral-mineral yang termasuk feldspatoid adalah nepheline, leusite, sodalite, scapolite, carcrinite dan analcite. Namun yang umunya dapat ditemukan hanyalah nepheline dan leucite.
¨ Nepheline (KNaAl2Si2O4)
Nepheline adalah sebuah mineral yang termasuk dalam sistem kristal hexagonal, walaupun bentuknya jarang dijumpai, umumnya massif dan fine grain. Warna dari mineral ini adalah putih kekuningan sampai abu-abu kemerahan. Nilai kekerasan nepheline adalah 5,5 sampai dengan 6 dengan berat jenis (SG) 2,55 sampai 2,65. Kilap pada nepheline adalah kilap kaca, namun ada juga yang memiliki kilap minyak. Belahan permukaannya berbentuk prisma yang terdapat dalam kristal-kristal besar. Nepheline sering ditemukan dalam bentuk “dike” pada batuan beku.
¨ Leucite (KaISi2O8)
Mineral leucite termasuk dalam system isometric dalam bentuk umumnya adalah trapezohedron. Leucite ini memiliki bentuk kecil dan halus, dan terkenal dengan nama fine grain matrix. Nilai kekerasan pada mineral leucite ini adalah 5,5 sampai dengan 6 dan nilai berat jenis 2,45 sampai dengan 2,5. warna leucite umumnya adalah putih keabu-abuan.
2. Mafic Mineral
A. Olivine ((Mg,Fe)2SiO4)
Olivine adalah kelompok mineral silikat yang tersusun dari unsur besi (Fe) dan magnesium (Mg). Mineral olivine berwarna hijau, dengan kilap gelas, terbentuk pada temperatur yang tinggi. Mineral ini umumnya dijumpai pada batuan basalt dan ultramafic. Batuan yang keseluruhan mineralnya terdiri dari mineral olivine dikenal dengan batuan Dunite. Olivine kadang-kadang juga disebut crysoline.
Olivine mempunyai kenampakan kilap kaca dan nilai kekerasan(H) 5,5-7,0. mineral ini memiliki berat jenis (SG) 3,27-4,27. Pada umumnya olivine ditemukan pada batuan beku basa seperti gabbro, basalt, peridotite dan dunite.
B. Piroksin
Piroksin merupakan kelompok mineral silikat yang kompleks dan memiliki hubungan erat dalam struktur kristal, sifat-sifat fisik dan komposisi kimia walaupun mereka mengkristal dalam dua sistem yang berbeda, yaitu orthorhombic dan monoklin. Secara struktur, piroksin terdiri dari mata rantai yang tidak ada habisnya dan tetrahedral SiO4 yang diikat bersama-sama secara lateral oleh ion-ion logam Mg dan Ca yang berikatan dengan oksigen, dan tidak berikatan langsung dengan silicon.
Komposisi kimia piroksin secara umum adalah W1-p(X,Y)1+pZ2O6. Dimana symbol W, X, Y dan Z menunjukkan unsur dengan jari-jari atom yang sama.
W = Na, Ca Y = Al, Fe, Ti
X = Mg, Fe, Li, Ma Z = Sid an Al dalam jumlah kecil
Bentuk kristal piroksin adalah prismatic dengan belahan spesifik. Dalam batuan beku vulkanik, piroksin adalah Augote Calcio rendah atau Pigionite, sedang dalam batuan plutonik, piroksin adalah Augite.
C. Amphibole (Horblende)
Amphibole adalah kelompok mineral silikat yang berbentuk prismatik atau kristal yang menyerupai jarum. Mineral amphibole umumnya mengandung besi (Fe), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), dan Alumunium (Al), Silika (Si), dan Oksigen (O). Hornblende tampak berwarna hijau tua kehitaman. Mineral ini banyak dijumpai pada berbagai jenis batuan beku dan batuan metamorf.
D. Mica
Mica adalah kelompok mineral silicate minerals dengan komposisi yang bervariasi, dari potassium (K), magnesium (Mg), iron (Fe), aluminum (Al) , silicon (Si) dan air (H2O). Struktur mika adalah tipe tetrahedron dalam lembar-lembar. Tiap SiO4 mempunyai tiga oksigen dan satu oksigen bebas., sehingga komposisi dan valensinya diwakili oleh (Si4O10)ˉ4.
Rumus umum mika dapat ditulis : W(XY)2-3Z4O10)OHF)2 dimana W = K (Na dalam Paragonite mineral yang sangat baik pada sekiot).
X,Y = Al, Li, Mg, Fe
Z = Ai, Al.SISTEM KRISTAL DAN DESKRIPSI
3.1 Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut ancer regular, atau bahkan sering dikenal sebagai ancer kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, system Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, copper, pyrope, platinum, halite dan spinel.
4.2 Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, ancer ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak
lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih
panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, ancer Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang
artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki
sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada ancer ini, semua sudut kristalografinya ( α , β
dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Tetragonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Tetragonal ini adalah zircon, beryl, apatite, erionite dan
nepheline.
4.3 Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya.
Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d
memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek
(umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, ancer Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ;γ = 120˚. Hal ini berarti, pada
ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Hexagonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚
terhadap sumbu b+.
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Hexagonal ini adalah calcite, alunite, dolomite, siderite,
dan smithsonite.